Minggu, 21 Desember 2014

Mengawal BPJS dan KIS

0


Secara hukum, kesehatan di Indonesia menjadi tanggung jawab negara. Hasil amandemen UUD 1945 pada tahun 2000 mulai menunjukkan keberpihakan negara terhadap masalah kesehatan. Pasal 28 H ayat I menyebutkan bahwa : “…setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan”. Jika selama ini sering diperdebatkan apakah pelayanan kesehatan sebagai Private Goods atau Public Goods, dengan adanya pasal diatas maka menunjukan bahwa kesehatan menjadi tanggaung jawab pemerintah dan negara harus berperan dalam pelayanan kesehatan. 
Selain itu pasal 28 H tersebut semakin diperkuat dengan amandemen UUD 1945 tanggal 11 agustus 2002 dimana terdapat dalam amanat MPR bahwa “Negara mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat”, seperti juga tercantum dalam pasal 34 ayat 2 UUD 1945. dalam pasal 3 tersebut, MPR juga menggariskan bahwa ; “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan”. Menurut Thabrany bahwa amandemen 3 pasal dalam UUD 1945 menunjukkan bahwa tujuan negara sebenarnya sudah semakin jelas yaitu secara eksplist menempatkan kesehatan sebagai bagian dari kesejahteraan rakyat yang harus tersedia merata. Dengan kata lain, prinsip ekuitas telah
ada dalam UUD 1945 sehingga daerah-daerah seharusnya tidak lagi menghindar dan memberi porsi yang lebih besar untuk pendanaan kesehatan.
Banyak lika liku perjalanan pengesahan RUU BPJS yang dilahirkan dari adanya UU SJSN. Perdebatan politik dan kepentingan masing-masing kelompok ini yang mengakibatkan perdebatan alot dalam merumuskan kebijakan. Munculnya SJSN dan BPSJ tidak lain juga turunan dari deklarasi PBB tentang HAM pada 1948 dan konvensi ILO No. 102 tahun 1952 disebutkan Jaminan  sosial 
merupakan  salah  satu  bentuk  perlindungan  sosial  yang  diselenggarakan negara  guna  menjamin  warga  negaranya  untuk  memenuhi  kebutuhan  dasar  hidup  yang  layak.
BPJS kini (dilema kepesertaan)
Menjelang pergantian tahun kegelisahan di kalangan pengusaha dan pekerja tampak meningkat, terkait dengan kewajiban melakukan pendaftaran sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan paling lambat tanggal 1 Januari 2015 bagi pemberi kerja pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), usaha besar, usaha menengah, dan usaha kecil.
Sebagian dari peserta BPJS Kesehatan adalah mereka sebelumnya tidak mempunyai jaminan kesehatan. Bisa jadi sudah memiliki tetapi dengan manfaat yang terbatas sehingga pindah ke BOPJS Kesehatan. Berasal dari berbagai status, dari peserta bukan pekerja atau pekerja bukan penerima upah, atau pekerja penerima upah dari usaha mikro, dan tidak menutup kemungkinan dari usaha kecil, menengah atau usaha besar.
Peserta BPJS Kesehatan mandiri pada 1 Januari 2014 baru ada 535 orang, kemudian meningkat menjadi 162.201 orang pada 15 Januari 2014. Pada bulan Juni 2014 mencapai sekitar 2 juta orang.
Kemudian muncul permasalahan. Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional I Sumut-Aceh, Oni Djauhari, di Medan, 14 Agustus 2014, mengungkapkan, saat ini jumlah peserta BPJS mandiri sekitar 500 ribuan dan 90 persennya adalah mereka yang sakit.  Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pekanbaru, Mairiyanto, di Pekanbaru, 24 Agustus 2014, mengungkapkan, peserta kategori mandiri dan perusahaan banyak yang menunggak membayar premi, sehingga dapat mengganggu keberlanjutan program JKN. Saat ini lebih dari 50% peserta mandiri menunggak, (termasuk) kepesertaan yang dibayarkan perusahaan juga cukup banyak (kompasiana).
Salah satu contoh: peserta membayar premi mulai Januari sampai dengan Juli 2014, setelah mendapatkan pelayanan kesehatan tindakan medis operasi melahirkan pada Juli 2014, pada Agustus 2014 peserta tidak lagi mau membayar premi. Apakah mereka menunggak karena tidak mampu, atau sebelumnya mereka telah mengetahui akan menerima risiko jatuh miskin atau berhutang saat persalinan tiba (operasi persalinan). Atau sekedar “akal-akalan?” Bila benar kurang mampu, menjadi sebuah dilema antara harapan melahirkan dengan sehat atau menerima sanksi yang juga sulit dihadapi.
BPJS Kesehatan mencapai surplus anggaran Rp.2 triliun, berasal dari pengumpulan premi sebesar Rp.18,412 triliun, per 30 Juni 2014, sehingga BPJS Kesehatan tidak kuatir untuk operasional karena dana lebih dari cukup

Dampak KIS terhadap BPJS
Tribunnews.com, Jakarta- Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) akan menjadi program yang diintegrasikan dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang kini sudah mulai dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosoal Kesehatan. KIS akan memberikan tambahan pelayan kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengungkapkan untuk menambah layanan kesehatan itu, maka premi yang dibayarkan pun diperkirakan akan naik. "Premi, iuran yang selama ini belum sesuai itu ditambah," ujar Fachmi di sela-sela acara pameran teknologi di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (5/9/2014).
Fachmi menuturkan penambahan premi itu diperlukan untuk menambah fasilitas kesehatan. Namun, dia mengaku belum mengetahui pasti kenaikan premi yang ditetapkan.
Saat ini, iuran bagi pekerja informal itu sebesar Rp 25.500 per bulan untuk layanan rawat inap kelas III, Rp42.500 untuk kelas II, dan Rp59.500 untuk kelas I.
Selain itu, Fachmi juga mengungkapkan ada kemungkinan penambahan subsidi bagi masyarakat miskin. "Kalau dulu Dewan Jaminan Kesehatan Nasional mengusulkan iuran yang dihitung berdasarkan prinsip Rp 27.000 per bulannya," kata dia.
Dalam republika.com  "KIS tak hanya menyasar masyarakat miskin, tetapi juga golongan rentan miskin. Menurut perkiraan, kartu ini akan dibagikan kepada 88,1 juta orang, lebih banyak dari jumlah warga yang terdaftar sebagai peserta JKN yang hanya mencakup 86,4 juta orang," ujar Sekretaris Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Sugihartatmo, Senin (3/11).

Sugihartatmo menjelaskan setiap pemegang KIS akan ditanggung pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Peserta KIS juga bakal dikenakan premi sebesar Rp 19.225 per orang.
Rekomendasi
1.      Mengawal UU BPJS
Mengawasi agar UU BPJS ini agar dapat berjalan sesuai dengan landasan filosofis dan kepentingan masyarakat Indonesia pada umumnya.  Oleh karena jika tidak, UU BPJS ini akan kembali ‘masuk angin’ dan kemudian dana trilyunan rupiah akan raib atas nama kepentingan-kepentingan politik yang selalu dikatakan imajiner atau membayang.
Landasan filosofisnya adalah Negara mempunyai kewajiban untuk kemaslahatan warga negaranya.  Negara tidak boleh abai terhadap penderitaan rakyat.  Indonesia semestinya sudah dapat maju selangkah karena mempunyai undang-undang dasar yang memberikan amanat kepada penyelenggara Negara untuk menciptakan kebijakan jaminan keselamatan nasional ini.  Sementara itu, Negara-negara Eropa – contohnya Perancis – yang mempunyai karakter liberal memiliki undang-undang jaminan keselamatan nasional.  Bahkan Amerika yang terkenal liberal selain memiliki jaminan keselamatan nasional juga memiliki anggaran belanja Negara yang cukup besar yaitu sebesar 19.8 prosen.  Hal ini menunjukkan filosofi dari bernegara yang menunjuk kepada Negara kesejahteraan (welfare state) telah menjadi acuan bagi setiap Negara bangsa di dunia.  Pada akhirnya Indonesia pun masuk ke dalam trend global tadi.
Dalam proses formulasi kebijakan, memang terjadi proses yang rumit dan memakan waktu karena tarik menarik dan pro kontra terjadi antarsesama elemen Negara, fraksi, maupun antarorganisasi non pemerintah terhadap kebijakan jaminan keselamatan nasional.  Dengan demikian proses formulasi politik memang sangat politis daripada tahap implementasi dan evaluasi.  Memang tahap formulasi ini merupakan satu tahap penting dari keberhasilan sistem politik untuk mengakomodasi suatu gagasan atau masukan yang telah tersebar di masyarakat untuk diformulasikan ke dalam suatu kebijakan Negara yang akhirnya bersifat mengikat dan memaksa.
2.      Perlu peningkatan sosialisasi oleh BPJS Kesehatan kepada seluruh peserta.
3.      Untuk penekanan biaya ekonomi, program BPJS dalam wilayah promotif masih belum terlihat aplikasinya. Program BPJS lebih menekankan pada wilayah kuratif dengan adanya asuransi biaya kesehatan yang artinya biaya tersebut dibunakan untuk kepentingan kuratif saja.
4.      Perlunya peningkatan kwalitas pelayanan, baik administrasi maupun pelayanan medis.
5.      Penelitian data objective sebagai upaya monitoring dan evaluasi keberhasilan program secara menyeluruh (merata)

Disampaikan pada Diskusi Isu Kesehatan bidang PTK/p HMI Komisariat Ahmad Dahlan 1
Muslihah, Ketua Umum HMI Komisariat Ahmad Dahlan 1 2013-2014 

0 komentar :

Posting Komentar

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut